GASS: Ikhtiar Kongkret Cegah Banjir di Kota Malang

Kota Malang sebetulnya memiliki potensi besar, dalam hal partisipasi publik. Yakni, semakin terbukanya ruang partisipasi masyarakatnya. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari enam parameter: Pertama, semakin aktifnya komunitas atau kelompok masyarakat dalam berbagai forum kegiatan atau konsultasi publik. Kedua, keterlibatan pihak swasta semakin terlihat dalam berbagai kerjasama pembangunan. Ketiga, masyarakat semakin melek terhadap data atau informasi pendukung pembangunan. Keempat, semakin bermunculan embrio-embrio komunitas atau forum yang aktif dalam pembangunan di Kota Malang. Di antaranya komunitas hijau, green map Malang, Forum lalu-lintas Kota Malang, komunitas nggowes, komunitas pecinta alam, dan berbagai komunitas lingkungan lainnya. Kelima, perkembangan teknologi dan informasi yang mempermudah akses masyarakat terhadap agenda pembangunan di Kota Malang. Keenam, pemerintah Kota Malang terlihat terus berupaya mengajak masyarakatnya untuk bersama-sama membangun kota, bertanggung jawab dan peka terhadap peran sosialnya melalui kegiatan-kegiatan peduli terhadap lingkungan dan aksi sosial.

Nah, keenam indikator dalam mengukur tingkat partisipasi publik di atas, bisa dioptimalkan lagi melalui pendekatan kearifan lokal. Pada masyarakat Kota Malang, terdapat berbagai kelompok sosial dan keagamaan yang eksistensinya sudah cukup lama. Misalnya, kelompok taklim, tahlilan, dan kegiatan jam’iyah lainnya. Ini menunjukkan bahwa masyarakat di Kota Malang berjiwa sosial tinggi. Juga memiliki semangat kekeluargaan dan agamis. Ini lah modal besar dan penting untuk mendukung optimasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Ditambah lagi, masyarakat di Kota Malang punya budaya gotong royong dan guyub rukun yang cukup tinggi.

Sebutan Arema bagi masyarakat di Kota Malang juga punya nilai atau spirit tersendiri. Dimana Arema punya salam yang khas dan genuine. Yakni, Salam Satu Jiwa. Bisa disebut SASAJI. Arema dan SASAJI jangan hanya menggelora saat mendukung tim kesebelasan Arema saja. Tapi, Arema dan SASAJI bisa dijadikan sebagai pendorong semangat kera-kera Ngalam untuk terus berpartisipasi dalam membangun kotanya. Lebih khusus lagi, di awal-awal memasuki musim penghujan ini, Arema dan SASAJI harus bisa menjadi spirit untuk menyelamatkan Kota Malang dari ancaman banjir atau genangan.

Berbicara tentang banjir, tak bisa dilepaskan dari pemanfaatan ruang. Keduanya terkait erat. Apabila ruang dimanfaatkan dengan optimal, maka terjadinya banjir bisa diminimalkan. Tata ruang yang tidak diimbangi dengan pengelolaan air yang baik, akan menimbulkan banyak dampak yang merugikan dan mengancam kelangsungan perkotaan. Dalam perjalanannya, banyak ruang-ruang seperti saluran pembawa air, tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Permasalahan seperti sampah yang banyak dibuang ke saluran, limbah-limbah rumah tangga yang dibuang menuju saluran/sungai, menyebabkan kapasitas saluran tidak bisa maksimal. Pada akhirnya, timbul banyak endapan sampah, pasir, dan lainnya di saluran drainase. Sehingga ini menyebabkan saluran tidak mampu menampung air hujan.

Maka jelaslah, jika terjadi malapetaka berupa banjir, itu merupakan buah dari tindakan atau kesalahan manusia yang merusak lingkungan. Hal ini sudah diingatkan dalam firman Allah SWT yang artinya: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi!” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan” Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar (QS Al-Baqarah:11-12).

Sumber daya air adalah anugerah, rezeki dan rahmat yang diturunkan oleh Allah SWT yang harus kita perlakukan dengan baik. Perlu pengelolaan yang baik melalui peresapan di RTH (raung terbuka hijau) maupun ruang lainnya, sebagai bagian dari upaya pencadangan air tanah untuk kebutuhan di masa depan. Pemerintah dan masyarakat tidak perlu terlalu cepat untuk mengalirkan air menuju sungai. Dengan begitu, ada kesempatan air hujan mengisi air tanah terlebih dahulu. Sehingga, perlu perlindungan terhadap kawasan resapan air, seperti sempadan sungai, RTH dan upaya konservasi air dengan teknologi sumur injeksi.

Pada kesempatan ini, penulis mengajak perlunya sebuah gerakan untuk mengajak keterlibatan masyarakat dalam mengurai serta menangani begitu kompleksnya permasalahan terkait genangan air di Kota Malang. Gerakan itu bisa disebut sebagai: Gerakan Angkat Sampah dan Sedimen (GASS). Filosofi ide dari GASS ini merupakan langkah nyata, langkah awal, menuju kesadaran bersama, bahwa permasalahan genangan di Kota Malang sangat mudah diatasi, jika semua elemen turun tangan menyelesaikan salah satu faktor penyebab genangan, yaitu tersumbatnya saluran oleh sampah dan banyaknya sedimen.

GASS membutuhkan peran kolaborasi antara DPUPR (Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) dan DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Kota Malang. Kedua OPD (organisasi perangkat daerah) ini merupakan koordinator pelaksana lapangan gerakan GASS. DPUPR Kota Malang berperan terkait dengan penanganan/pengangkutan sedimennya, dan DLH berperan dalam pembersihan/pengangkutan sampah dari selokan/sungainya.

Ini merupakan gerakan sadar, bersama dan serentak untuk mencegah masalah banjir dengan mengangkat sampah dan sedimen di lingkungan sekitar masing-masing. Gerakan ini menggugah kesadaran bahwa tanggungjawab pencegahan banjir, bukan hanya tugas pemerintah saja. Melainkan melekat pada kesadaran bersama. Terlebih saat ini menyongsong awal musim hujan dan untuk mengantisipasi banjir akibat tersumbatnya saluran air. Kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan harus digugah, sesuai tuntunan Rasulullah SAW dalam sebuah hadist yang artinya ”Rasulullah melarang seseorang buang air di bawah pohon berbuah dan di tepi sungai yang mengalir” (HR. Ibn Addi). Termasuk di sini larangan membuang sampah di tepi sungai/saluran yang mengalir yang berakibat terganggunya aliran air.

Seluruh entitas Kota Malang harus bersatu dan bersama, mulai dari RT/RW, seluruh organisasi pemerintah kota (OPD-Kelurahan), berbagai komunitas, perguruan tinggi, sekolah, pondok pesantren, perbankan, TNI-Polri serta perusahaan (mall, toko, kafe, gerai maupun pelaku industri lainnya) untuk ambil bagian dalam aksi GASS ini. Secara serentak, bersama dan masif, menyelesaikan sampah dan sedimen di lokasi-lokasi saluran drainase di Kota Malang. Ini  merupakan ikhtiar bersama. Akan lebih bagus jika dikerahkan pula  sentuhan teknologi yang dibutuhkan.

Tim dari DPUPR dan DLH Kota Malang sebenarnya sudah melakukan aktivitas, yang bisa dianggap sebagai pemanasan untuk gerakan GASS ini. Yakni, mereka telah menyisir kawasan Jalan LA. Sucipto, kawasan Pasar Gadang, dan beberapa kawasan lainnya dengan sasaran normalisasi saluran air dan sampah di saluran.  Dalam hal ini, masyarakat jangan hanya melaporkan permasalahan saluran atau permasalahan sampah saja. Tapi mereka  harus ada tanggung jawab untuk menjaga kebersihan dan mengawasi lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

Saatnya bersama-sama memerangi sampah. Mari budayakan hidup bersih dan tertib. Pasukan kuning yang telah bekerja keras tak mengenal waktu, kita jaga semangatnya agar terus berupaya melayani dan menjamin kebersihan kota. Masyarakat juga harus menyadari tugas berat ini. Jangan sampai menambah permasalahan dengan membuang sampah sembarangan. Pasukan kuning juga sangat merespon baik GASS sebagai titik balik untuk bersama menciptakan lingkungan yang bersih, sehat dan saluran bebas sampah.

GASS harus segera dilaunching. Wali Kota Malang dan jajarannya harus tampil di depan menggugah semangat dan menggerakkan potensi besar partisipasi ini menjadi kekuatan dan budaya baru, untuk peduli terhadap lingkungan, khususnya persampahan dan masalah sedimen di saluran. Wali Kota Sutiaji pada kesempatan berbeda juga mengaku “geregetan”, atas masih saja ditemukannya tumpukan sampah di saluran air. Sungai dan saluran drainase seakan menjadi lokasi pembuangan sampah.

Makanya, GASS diharapkan menjadi momentum bersama untuk membangun budaya bersih, budaya bertanggungjawab dan bijak terhadap lingkungannya. Agar gerakan ini menjadi energi positif dan masif, maka gerakan ini akan menjadi hal yang bersifat rutin, menjadi satu budaya masyarakat dan perlu ketegasan terhadap sanksi bagi masyarakat yang merusak lingkungan. GASS harus digerakkan secara serentak di 5 (lima) wilayah kecamatan di Kota Malang, dengan melibatkan seluruh komponen yang ada di kota. Komponen “Penta Helix” yang terdiri dari pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi, swasta dan media adalah kekuatan besar yang mampu digerakkan untuk aktif membantu GASS ini sebagai budaya masyarakat dan penanganan genangan yang efektif.

Dalam aksi GASS yang bisa dilakukan di antaranya: angkat sampah dari selokan/got dan sungai; membersihkan sumbatan pada selokan/got dan sungai; peserta aksi GASS bisa upload foto ke media sosial dengan tagar #gasskotamalang dan tag di akun Pemkot Malang (instagram, facebook, twitter) untuk menggugah dan menggelorakan budaya bersih-bersih ini; dimungkinkan ada lomba foto aktivitas paling seru dengan mengumpulkan sampah paling banyak dengan hadiah menarik; forkopimda difokuskan pada titik tertentu permasalahan krusial; serta liputan media nasional.

GASS merupakan upaya pendekatan dari budaya masyarakat selain pendekatan teknologi melalui upaya konservasi air dalam penanganan genangan/banjir di Kota Malang. Teknologi dan budaya harus disatukan untuk hasil optimal dan saatnya kita harus membangun kultur. Tim penulis juga akan terlibat dan ambil bagian dari GASS ini. Bismillahirrohmanirrohim dengan niat karena Engkau ya Alloh, kami berikhtiar melakukan GASS.(*)